Gladi Film Biru (pt. 1?)

Amarine Celia
6 min readFeb 25, 2023

Ship: DesKas (Deshret x Kasala)

Tags: Blowjob, pornstar!Kasala, porn producer!Deshret

“Ayo, kita masuk.”

Kasala mengekori langkah Deshret masuk ke dalam sebuah ruangan. Hanya kamar sederhana dengan sebuah kasur ukuran raja di tengah. Interiornya tampak minimalis dan nyaman, tidak ada yang ganjil. Hanya yang berbeda dari kamar kebanyakan adalah adanya perlengkapan khusus untuk merekam adegan di beberapa sudut kamar. Kamera yang terpasang pada tripod, lampu sorot, alat penangkap suara, dan sebagainya. Segalanya tampak profesional dan telah disiapkan dengan baik.

Melihat kondisi di dalam kamar, Kasala mulai merasa terintimidasi. Seketika itu ada pergolakan yang terjadi dalam dirinya. Sebuah keragu-raguan. Mau bagaimana pun, ini dunia yang baru untuknya dan masih terasa tabu untuk diungkapkan. Haruskah ia mundur atau tetap melanjutkan?

“Gak usah tegang gitu,” Deshret seperti bisa membaca kebimbangan Kasala dan sontak membuat pemuda berparas manis itu terkejut. “Bentar, saya mau atur kameranya dulu. Kita bakal mulai pelan-pelan, oke?”

“ — iya, Tuan Deshret.”

“Deshret aja.” Timpal Deshret sambil ia mulai mengotak-atik pengaturan pada satu kamera yang letaknya diapit oleh dua lampu sorot dan kamera lainnya. Sudutnya, oke. Pencahayaan, bagus. Dan lainnya, sudah pas. “Untuk sekarang, panggil Deshret aja. Supaya lebih intim.”

Wajah Kasala kembali memerah ketika ingat tujuannya menginjakkan kaki di sini. Deshret akan membimbing serta melatihnya dan pelatihannya bukan sembarang pelatihan. Melainkan pelatihan untuk menjadi pemeran film dewasa yang andal.

Deshret sendiri merupakan kepala produser sebuah perusahaan penyedia jasa film biru paling mentereng dan Kasala menjadi salah satu aktor baru yang berhasil Deshret rekrut kala itu. Dengan mudah, Deshret menyukai segala aset yang Kasala miliki. Fitur wajah, lekuk tubuh, pinggang ramping, bokong, dada, hingga suaranya. Semua sempurna sampai Deshret putuskan untuk melatih Kasala secara khusus dan bukan dengan bawahannya yang lain. Hal ini baru pertama kali terjadi dan cukup membuat kehebohan di antara jajaran Deshret.

Mungkin ini termasuk pujian tertinggi karena dapat diakui langsung oleh petinggi perusahaan, tapi konteksnya adalah karena Kasala mempunyai daya tarik seksual yang tinggi. Haruskah ia berbangga diri?

Terlalu banyak melamun, membuat Kasala tidak menyadari jika Deshret sudah duduk di tepi ranjang dengan kedua kaki yang terbuka. “Kasala, sini.”

Kasala menuruti berdiri di hadapan Deshret. Air mukanya diliputi banyak tanda tanya. Apa yang akan mereka lakukan pertama kali?

“Kamu sebelumnya pernah blowjob?”

Kasala menggeleng. “Belum, Tu — Deshret.”

“Oke, kita mulai dari situ. Duduk di bawah sini, Kasala.”

Sang aktor pemula pun terduduk tepat di depan Deshret. Jantungnya berdegup keras, selain karena adrenalin, alasan lainnya karena ia langsung berhadapan dengan selangkangan sang produser di sesi pertama mereka.

Mendapati reaksi Kasala, Deshret tak bisa tak menarik senyumnya. Cukup langka menemukan sosok polos yang mau berkecimpung dalam industri ini ditambah Kasala sudah sangat menarik perhatian Deshret sejak awal.

“Sekarang coba kamu buka celana saya. Semuanya.”

Kasala menerima titah Deshret dan mulai menjalankannya. Selaiknya amatir, Kasala masih berhati-hati. Pertama, ia membuka sabuk Deshret. Dilanjutkan dengan membuka kancing lalu resleting dan menurunkan celana tersebut sampai tergantung di lutut, menyisakan sehelai lagi pakaian dalam Deshret. Kasala menelan ludah. Dari sana saja sudah tercetak jelas sebesar itu milik Deshret. Kasala tidak bisa membayangkan bagaimana rupanya saat sepenuhnya ereksi.

Tapi Kasala ingat, ini pelatihannya. Ia tidak ingin membuat Deshret kecewa. Maka dengan perlahan, Kasala menanggalkan fabrik terakhir yang menutupi daerah intim Deshret. Dalam tarikan napas panjang, Kasala sudah berusaha mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terlintas dalam benaknya. Namun tetap saja, tatkala pandangannya bertemu wujud asli benda tersebut, Kasala otomatis membeku.

Kejantanan Deshret tampak berdenyut, padat dengan urat-urat tebal, dan terdapat anak rambut lebat di beberapa bagian. Dari sumber yang sama pula, menguar aroma maskulin yang sangat menyengat, membuat Kasala agak mabuk hingga terasa panas sekujur badannya.

Pandangan Kasala tampak sayu mengawang, sehingga Deshret kemudian memegangi sisi wajah Kasala perlahan dan menuntunnya mendekati kepala kejantanannya. “Kasala, coba mulai jilat ini.”

Kasala yang bagai terhipnotis, memberi anggukan tipis. Ia mulai mengeluarkan lidahnya dan menjilat-jilat ujung penis Deshret sampai membuatnya kian terbangun. Aroma yang pekat itu sekarang makin mengaburkannya. Lidahnya pun dapat mengecap rasa asin yang kental.

Deshret mendesis kecil. Gerakan lidah basah Kasala di atas penisnya, membuat Deshret ingin segera saja melesakkan seutuhnya ke dalam mulut Kasala. Tapi tidak, Deshret harus bisa menahan diri di sini. Ia sudah berjanji akan melakukannya pelan-pelan.

“Bagus, Kasala. Teruskan.” Gumam Deshret yang makin terbawa suasana. Napasnya diatur sedemikian rupa sementara Kasala masih setia menjilat; digerakkan naluri pula sehingga yang semula hanya berkutat di kepala, kali ini berpindah ke batangnya sampai ke pangkalnya. Di balik kesungguhan itu, Deshret bisa menilai bila gerakan Kasala masih canggung, tanpa pengalaman. Tapi bukan masalah karena Deshret bisa memberinya arahan kembali nanti setelah ini.

Terlepas dari pandangan profesionalnya, melalui sudut pandang Deshret, dapat melihat pemandangan Kasala seperti ini cukup membakar birahinya sendiri. Mungkin — hanya mungkin — jika status mereka tidak sekadar mentor dan murid, Deshret sudah bertindak lebih jauh.

Kasala memberi jejak-jejak sapuan basah di tiap sudut yang mampu ia jangkau termasuk pada dua buah zakar Deshret yang juga mengundang. Dengan teliti, Kasala mencurahkan lebih banyak atensi di titik itu. Lidahnya memutar lamat-lamat. Deshret sampai meloloskan geraman rendah karena dibuai nikmat. Kasala terlalu menakjubkan untuk seorang pemula, pikir Deshret.

“Kasala, kamu bener-bener luar biasa,” Ucap Deshret di tengah balutan kabut nafsu. Meski terbuai, Deshret masih ingat harus membimbing Kasala. “Sekarang coba hisap. Jangan sampai kena gigi kamu dan lebih bagus kalo kamu bisa masukin semua. Tapi gak usah dipaksa kalo gak bisa untuk kali ini.”

Tanpa sepatah kata, Kasala sedikit menjauhkan diri. Jemarinya membentuk gerakan minim menyampirkan helaian rambut panjangnya ke belakang telinga sebelum melahap kejantanan Deshret. Kasala menyesuaikan ukuran Deshret yang langsung memenuhi tiap rongga mulutnya. Seperti dugaan Deshret, tidak semuanya dapat muat di sana dalam sekali coba. Namun yang menjadi kejutan, Kasala ternyata tidak ingin berhenti sampai situ.

Kasala mulai mendorong penis Deshret masuk lebih dalam ke mulutnya sampai seluruh kejantanan sang mentor bisa benar-benar ia lahap. Setelah itu Kasala baru bergerak maju-mundur; menarik lalu membanting ke bawah lagi, berulang-berulang. Kasala sempat tersedak ketika kepala kejantanan Deshret membentur tenggorokannya. Mau bagaimanapun, ia tetap harus membiasakan diri karena setelahnya ia akan lebih sering melakukan ini.

Deshret benar-benar tak habis pikir kalau Kasala mampu memberikannya ekstasi. Otaknya tidak mampu lagi bekerja dengan baik. Hawa nafsunya yang perlahan merangkak naik, sekarang sudah sepenuhnya menguasai.

“Tsk. Kasala — sialan, kamu enak banget.”

Deshret sedikit menjambak rambut coklat Kasala dan makin melesakkan Kasala ke ereksinya sendiri. Kasala cukup kaget dengan gerakan mendadak itu sampai erangan kecil lolos. Dengan cepat, mulut Kasala sudah terbiasa dengan penis Deshret dan menelan makin banyak.

Napas Deshret terengah, Kasala juga mengikuti dengan tempo yang dimainkan oleh Deshret. Mulut Kasala terasa seperti nirwana dan membuat Deshret kian mendambakan klimaks. Pandangannya kabur, berkali-kali nama Kasala terucap dari bibirnya diselingi suara inkoheren lain atas peraduan ini.

Kasala tampak lebih sensual dengan keringat yang membasahi, wajah yang memerah, dan napas yang berantakan. Ah, Deshret berdosa karena ingin memiliki segalanya dari Kasala.

Cengkraman Deshret semakin mengencang, ritmenya bertambah makin cepat. Suara Deshret tenggelam dalam pendengaran Kasala yang makin memudar akibat degup jantungnya yang memburu.

Kasala mengernyit ketika ujung penis Deshret kembali mengentak pangkal tenggorokannya lagi. Ada sesak lain yang juga Kasala rasakan di balik fabrik celananya yang belum tertanggalkan. Pandangannya berkunang-kunang, rasanya makin sulit bernapas, mulutnya terasa kebas karena terlalu lama terbuka lebar. Namun meski begitu, Kasala tidak ingin berhenti. Ia ingin yang lebih. Ia ingin menuntaskan sampai akhir.

Seketika, Kasala merasa Deshret kian membesar dan berdenyut.

“Coba — telan ini, Kasala.”

Deshret merasa perutnya bergelak dan menegang. Hingga bersamaan dengan satu erangan panjang dari Deshret, Kasala bisa merasakan sebuah ledakan terjadi di dalam mulutnya. Cairan mani menyembur dari penis Deshret. Banyak. Sangat banyak sampai Kasala kewalahan menelan dan sisa-sisanya banyak yang merembes melewati sela-sela bibir. Manik madunya sampai terpejam karena sensasinya begitu meletup-letup.

Klimaks itu akhirnya mereda. Deshret menarik keluar penisnya dan Kasala berusaha mengumpulkan kembali kewarasan yang tersisa. Saat itu, Deshret menyentuh dagu Kasala dan membuat pemuda di bawah kuasanya ini mendongak.

“Buka mulutmu.”

Kasala dengan mata sayu dan wajah merah padam, membuka mulut sesuai perintah Deshret dan menunjukkan lidahnya yang masih menyisakan jejak sperma kental. Pemandangan vulgar, jelas mengundang senyuman dari Deshret. Sesuatu di dalam dadanya bergemuruh lagi.

“Bagus, Kasala. Kamu lulus.” Deshret kedengaran senang sebelum menambahkan, “Kita istirahat bentar. Baru nanti kita lanjutin lagi pelajarannya.”

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amarine Celia
Amarine Celia

No responses yet

Write a response