Gladi Film Biru (pt. 2?)

Amarine Celia
9 min readMar 12, 2023

Ship: DesKas (Deshret x Kasala), HaiKas (Alhaitham x Kasala), hint DesKasHai

Tags: Intercrural sex, hand jobs, gatau lagi apa

“Jadi tadi, siapa namanya?”

“Alhaitham.” Jawab Deshret yang menelengkan sedikit kepala dari kamera untuk mendapati kekasihnya — Kasala — berjalan mendekat hanya dengan berbalut jubah mandi putih yang diikat asal. Sesederhana semerbak wangi sabun beraroma mawar, sudah mampu membuat Deshret terpikat. Ia merasa seperti seekor kumbang yang mendambakan nektar manis dari setangkai bunga ranum. “Sayangku, udah siap banget keliatannya. Sini, pangku dulu. Saya mau cium-cium.”

Kasala meloloskan kekeh usil dan duduk di paha Deshret sambil mengalungkan kedua lengannya di leher kokoh Deshret. Pandangan mereka seakan melempar godaan satu sama lain, yang akhirnya juga memancing senyum masing-masing. “Aku siap-siap gini buat nyambut Alhaitham, lho. Bukan buat kamu.”

“Iya, saya tau. Tapi kan — ” Satu tangannya menyentuh paha Kasala. Kasala biarkan ketika mengetahui Deshret bergerak lancang dengan menyingkap perlahan jubah mandi tersebut hingga hampir menampakkan keseluruhannya yang tertutupi. “ — dia belum dateng. Masih kita berdua aja di sini.”

Dengkus geli Kasala terdengar. Tak disangka, ia malah menjentik keras kening Deshret sampai Deshret mengaduh terkena serangan mendadak. “Nakal~” Celetuk Kasala. “Jatah kamu habis ini. Sekarang aku kan harus latih anak baru dulu.”

Deshret mau tak mau menuruti perintah Kasala dan menekuk parasnya sedih. Di luar curahan kasih sayang dan materi, menyaksikan muka kusut Deshret juga menjadi salah satu hak istimewa yang bisa Kasala dapatkan setelah menerima pernyataan cinta sang produser dua tahun lalu. Deshret dapat bersikap berbeda padanya dalam arti positif. Ketegasan yang selalu Deshret tunjukkan di hadapan anak buahnya dapat langsung runtuh ketika menangkap sosok Kasala dari kejauhan.

Anak muda zaman sekarang menyebut kondisi itu sebagai bucin, budak cinta.

Kasala memegangi satu sisi wajah Deshret, mamaksa sepasang toska itu berfokus padanya seorang yang masih berada di pangkuan. Senyum seduktif tersungging, “Satu ciuman aja, giman — ”

Seperti bisa menerka, Deshret tidak menunggu kalimat itu untuk selesai. Deshret langsung mengunci bibir Kasala menggunakan bibirnya, menarik Kasala dalam ciuman panas dan basah. Kasala mengeluarkan desah pelan saat Deshret berhasil menerobos pertahanannya; membebaskan Deshret untuk bergerilya dan menginvasi ia dari dalam. Lidah Deshret menjadi dominasi yang tak bisa Kasala sangkal.

Sayang, Deshret tidak bisa meraup Kasala lebih banyak lantaran suara ketukan di pintu menjadi tanda pergerumulan mereka berdua harus berakhir. Kasala seketika itupun tersentak mundur, memaksa ciuman mereka terputus di tengah jalan.

“S — sebentar!” Kasala dengan terburu-buru berjalan ke arah pintu sambil merapikan diri. Terutama pada ikatan asal jubah mandinya yang makin berantakan dan hampir lepas akibat ulah Deshret.

Dari balik pintu terlihat seorang pemuda bertubuh tinggi — yang Kasala rasa, hampir setinggi Deshret — dan memiliki surai kelabu dengan poninya yang menutup mata sebelah kiri. Raut wajah pemuda tersebut tampak sedatar dinding, walaupun harus Kasala akui sosok itu cukup memikat dan misterius; ditambah otot lengan, dada, dan perutnya yang tercetak jelas itu, bagaimana bisa Kasala tidak terpukau padanya?

“Alhaitham, ya?” Ucap Kasala ramah. “Ayo, masuk. Kami udah nunggu kamu.”

Alhaitham hanya berdeham singkat dan masuk ke kamar yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Deshret kala itu sudah kembali dalam sikap profesionalnya, cukup membuat Kasala takjub mengingat belum ada lima menit lalu pria itu nyaris menggagahinya di sini. “Siang, Alhaitham. Gimana? Gugup, ya?”

Bahu Alhaitham berkedik, menyanggah spekulasi yang Deshret lontarkan sebagai basa-basi. “Mungkin kamu sendiri yang gugup, Deshret.”

Kasala tidak sengaja mengeluarkan sedikit tawa. Alhaitham menjadi segelintir orang yang berani berkata demikian di depan Deshret. Sementara Deshret, tentu saja, masih setenang itu karena tidak pernah goyah pada ombak kecil.

“Kamu keliatannya ingin saya masukin, ya?” Sulut Deshret congkak. Oh, sungguh kekanak-kanakan sekali. “Lain kali akan saya pertimbangkan. Sayangnya, kali ini yang akan melatihmu bukan saya. Tapi kekasih saya, Kasala.”

Pandangan Alhaitham pun beralih pada Kasala yang berdiri juga tidak jauh dari mereka berdua, “Aku Kasala. Mohon bantuannya, ya, Alhaitham.”

“Mohon bantuannya juga, Kak Kasala.” Di luar dugaan, Alhaitham bisa berbicara santun dengan Kasala.

“Alhaitham lucu, ya. Aku jadi suka,” Kelakar Kasala sempat menarik tatapan tajam dari Deshret. Kasala pura-pura tidak menggubris.

“Terima kasih, Kak Kasala. Kakak juga manis.”

“EHEM. Oke, jadi — !” Potong Deshret sebelum percakapan melebar ke mana-mana, “Saya bakal rekam dari sana dan kamu sama Kasala bisa langsung latian.”

“Oke~” Kasala membalas riang. Tangannya langsung menyambar tangan Alhaitham dan menarik pemuda tersebut untuk menghampiri ranjang ukuran raja di tengah ruangan. “Sini. Kita mulai dari ciuman dulu, ya. Sebelumnya udah bisa?”

“Secara teori, mungkin udah. Saya udah nyari banyak referensi.”

Jawaban Alhaitham yang kepalang serius, lagi-lagi mengundang tawa Kasala.

“Kamu beneran unik banget,” Ucap Kasala usai tawanya berhenti. Ia sempat mengerling sedikit ke arah Deshret, kelihatannya pria itu ingin mereka segera memulai. “Sekarang kita coba tes teori kamu, ya. Biarin naluri kamu yang bekerja.”

Alhaitham memberi anggukan, tanda persetujuan.

Kasala dan Alhaitham duduk berhadapan. Pada jarak sedekat ini, netra Kasala bagai cairan lekat madu yang berkilau di bawah cahaya remang. Searah dengan Alhaitham, Kasala bisa menangkap antisipasi di bola matanya yang senada dengan milik Deshret.

Ah, Kasala jadi membayangkan sosok kekasihnya tersebut.

Kasala mulai memejamkan mata, Alhaitham mengikuti seiring tubuh mereka menutup jeda. Mereka pun bertemu, menginderai rasa bibir masing-masing yang mulanya tanpa desakan. Lembut, hangat — Alhaitham turut mengecap rasa nektar yang legit candu. Ia menikmati waktu sampai semua teori-teori dalam nalarnya seketika runtuh. Alhaitham pun mengikuti nalurinya mengambil alih.

Ciuman itu berintegral menjadi lebih keras dan menuntut. Alhaitham menangkup belakang kepala Kasala dan merengkuh pinggangnya; sementara Kasala menuruti ke mana arus membawanya pergi dengan mengalungkan tangannya di leher kokoh Alhaitham. Keduanya lalu ambruk ke kasur dengan Kasala berada di posisi bawah dan Alhaitham menahan massa.

Deshret dari tempatnya memerhatikan, hanya mampu mengepalkan tangan. Oh, tentu saja. Perasaannya melebur dari cemburu hingga ikut terangsang karena desahan kecil Kasala. Membuat Deshret teringat juga kalau ciuman mereka beberapa saat lalu tidak bisa memuaskannya lantaran diinterupsi.

Dengan rakus, Alhaitham mengulum dan menghisap bibir Kasala. Kasala dipaksa membuka mulut dan lidah Alhaitham langsung bergerilya di dalamnya tanpa sungkan. Napas Kasala memburu tetapi masih terlalu dini bagi Alhaitham untuk mengakhiri. Barulah saat ia mencapai ambang batas, Alhaitham menarik diri. Benang saliva terjalin di antara mereka dan Kasala langsung meraup banyak udara semampunya.

Wajah Kasala memerah padam. Ini masih sebuah ciuman saja namun Alhaitham sudah berhasil mempermainkan kesadarannya, “… kamu … lulus,” Hanya itu yang bisa Kasala katakan sambil mengumpulkan kembali kewarasannya yang lekang. Ciuman milik Alhaitham berbeda dengan yang biasa Deshret lakukan; meski sama-sama mengaburkan batas logika, Kasala tidak bisa memperhitungkan Alhaitham dan membuatnya kalah telak sejak pertama memulai. “Sekarang … aku malah yakin kamu lebih tau selanjutnya kita harus apa.”

“Bisa dibilang, iya.”

Kasala menyeringai tipis, merasa tertantang. “Coba tunjukkin sejauh mana kamu belajar,” Jemari Kasala bergerak dramatis menanggalkan jubah mandinya dan sengaja pula menyisakan sedikit fabrik untuk menutupi daerah intimnya; sekadar menggoda Alhaitham yang berhasil mengunggulinya tadi. “Oh, tapi … dilarang anal, ya. Nanti ada yang cemburu.” Kasala menyindir Deshret yang langsung membuang muka tak tahu malu.

“Sayang banget, padahal saya mau bikin Deshret dongkol.”

“Heh! Saya denger itu, ya!” Sambar Deshret tiba-tiba.

“Saya emang sengaja ngomong gitu biar kamu denger.”

“Sshh, udah!” Kasala potong tidak sabaran. Kedua tangannya dipakai untuk menangkup paras Alhaitham, mengunci atensi pria di atasnya ini. “Alhaitham cukup liat dan denger aku aja, oke? Dan Deshret, jangan ganggu aku sama Alhaitham. Kamu harus profesional.”

Kalimat Kasala menjadi mutlak di telinga Deshret. Maka yang bisa ia lakukan hanya menuruti tuntutan itu tanpa berkomentar. “Iya, silakan lanjutin.”

Kasala memasang senyum kemenangan. “Ayo, terusin lagi …”

Setelahnya, Alhaitham tidak mengulur waktu dan langsung membuai Kasala dalam ciuman yang lain. Sama seperti tadi, lembut dan menghanyutkan lalu bermuara jadi pagutan liar dan sensual; berlomba-lomba mendominasi dengan lidah untuk mencapai friksi.

Tangan Alhaitham pun tidak tinggal diam. Ia memulai dengan menggerayangi torso Kasala yang halus; bersamaan pula Kasala bereaksi positif. Jari-jari Alhaitham bahkan tidak canggung tatkala menyentuh kedua titik paling sensitif pada dada Kasala; memijatnya, memilinnya, memutus kontak bibir mereka, dan membuahkan desahan-desahan rendah dari lawan bercintanya sekarang.

Dan mendengar erangan Kasala yang lebih vokal ketimbang saat bibir mereka saling mengunci, ada dorongan lain dari dalam diri Alhaitham yang ingin kembali memunculkan suara tersebut. Seiring dengan itu, Alhaitham jadi lebih banyak tahu mengenai titik-titik sensitif yang dimiliki seniornya. Ceruk leher, abdomen, dan banyak lagi. Alhaitham coba pelajari melalui sentuhan, reaksi, sapuan lidah, reaksi, dan begitu seterusnya sampai Kasala diserbu bermacam-macam rangsangan dalam satu sesi.

“A — Alhaitham …” Panggilan dari Kasala diartikan oleh Alhaitham sebagai lampu hijau untuk melanjutkan.

Alhaitham menyeringai tipis dan mulai menanggalkan pakaiannya satu per satu. Kasala bisa melihat bagaimana ereksi Alhaitham sudah bangun sepenuhnya dan membuat Kasala menelan ludah. Bila dibandingkan dengan milik Deshret, diameternya tidak lebih besar. Namun Kasala bisa pastikan kalau ukurannya lebih panjang.

Tangan Alhaitham kemudian ikut menyingkap sisa kain yang tersisa pada Kasala sampai tubuh itu benar-benar frontal tidak berbusana. Manik Alhaitham sempat menatap lekat sosok di bawahnya, yang refleks membawa sengat asing untuk Kasala.

“Jangan diliatin terus … malu …”

“Perasaan tadi udah nantang. Kenapa sekarang mendadak malu?” Alhaitham berceletuk dan mulai mencari ceruk leher Kasala untuk meninggalkan kecupan kupu-kupu di sana. “Badan kakak cantik kok.”

Wajah Kasala semakin memerah padam. Menerima pujian dari orang selain Deshret ternyata bisa memberi dampak sebegitu hebatnya.

“Boleh saya lanjutin?”

Kasala memberi afirmasi dengan anggukan tipis. Alhaitham memberi kecupan terakhir di kening Kasala sebelum kembali pada realita.

Pemuda yang mendominasi, mengambil posisi berbaring di sisi Kasala. Lantas, tubuh Kasala dimiringkan hingga dada Alhaitham bertemu dengan punggung mentornya tersebut. Alhaitham bergerak ke arah bawah dan mencengkram halus paha Kasala untuk diangkat sedikit agar ada celah bagi Alhaitham untuk masuk di antaranya. Alhaitham nyaris tidak bisa menahan erangan tatkala kejantanannya mendapat tempat yang pas di antara tungkai Kasala.

Sementara Kasala, yang mendapati ada sesuatu yang masif dan panas diapit olehnya, sempat meloloskan desah panjang. Pinggulnya secara spontan bergerak menggesek, mencari friksi yang sedari tadi dinanti-nanti.

Melihat pasangannya mulai bergerak gelisah tidak sabaran, Alhaitham memberi kecupan lain di daun telinga dan tengkuk. Sekadar memberikan ketenangan. “Sshh, saya gerak sekarang, ya.”

Alhaitham mulai dengan tempo pelan. Sensasi candu langsung membajiri. Tubuhnya bergetar akibat lebur dalam letup birahi yang membuatnya kian bersemangat. Lagi, jari-jari Alhaitham bermain di atas tubuh Kasala; membuat lingkaran-lingkaran acak di dada, menggoda puncak-puncak sensitif, turun ke bawah merasakan otot perut Kasala yang ikut menegang akibat nikmat. Kulit-kulit mereka yang saling beradu pun terasa membakar sampai menimbulkan geraman rendah dan desahan erotis.

“A-Al — haitham …” Akal sehatnya sudah lama berlalu. Di ujung sana, Kasala sempat melihat Deshret tapi pandangannya terlalu buram. Kasala tidak tahu ekspresi apa yang tercetak di wajah Deshret saat menyaksikan kekasihnya sendiri berhasil mendesahkan nama lain selain dirinya.

Tanpa diketahui Kasala yang masih sibuk mengatur ritme dari gempuran rangsangan yang ia terima, Alhaitham dan Deshret sama-sama melontarkan selisih melalui sorot mata masing-masing. Alhaitham yang congkak dan Deshret yang merasa terpatik — jelas sekali kalau Alhaitham tidak hanya menjadikan sesi ini sebagai pelatihan belaka, melainkan hal lain yang ingin ia buktikan pada sang produser. Deshret pun berdecih kecil.

“Enak kan, Kasala?” Alhaitham berbisik rendah tepat di depan telinga Kasala dan dengan intensi sadar ikut menanggalkan panggilan hormat pada sosok dalam dekapannya. Sesuai perhitungan Alhaitham pula, Kasala jadi kian terangsang. Penisnya terasa makin terhimpit.

“E — enak …”

“Enakan saya atau Deshret?” Dalam pertanyaan itu, Alhaitham sengaja turun ke bawah dan mencapai kejantanan Kasala yang telah basah oleh lelehan cairan bening. Kasala langsung tersentak.

Manik Deshret pun membulat. Urat kemarahannya tercetak jelas. Alhaitham benar-benar kurang ajar karena berani menanyakan itu pada Kasala.

“ — g-gak bisa … gak bisa milih …” Kasala menjawab kepayahan karena Alhaitham bahkan tidak memberinya jeda untuk membalas. Rasanya Kasala bisa berubah jadi gila akibat stimulasi dari berbagai arah. Bibirnya sudah tidak lagi segan membuat lenguh yang sarat kenikmatan dan keluar memburu berlomba-lomba. Sedikit lagi Kasala hampir mencapai pelepasan itu, kalau saja Alhaitham tidak tiba-tiba menurunkan tempo permainan mereka. Kasala sampai merengek kecewa, “K — kenapa berhenti?”

“Enakan saya atau Deshret, Kasala?” Pengulangan kali ini mempunyai penekanan di akhir kalimatnya.

Kasala sudah tidak bisa berpikir jernih dan malah dilingkupi kebimbangan. Padahal yang ia mau hanya mencapai puncak dan mengakhiri pelatihan ini. Tapi ternyata Alhaitham ingin mempermainkannya lebih jauh; melupakan tujuan asli dari pertemuan mereka.

“A-Alhaitham … lebih enak — “ Kasala yang sudah terbaring pasrah, memekik kecil ketika kembali menyambut kenikmatan yang sempat hilang sejenak. Alhaitham memberinya hadiah dengan gerak maju-mundur, remasan pada penisnya, dan banyak kecupan pada tengkuk juga telinganya — sesekali menggigit ringan tanpa berniat menimbulkan bekas, karena Alhaitham tetap tahu diri.

“Anak pinter.”

Deru napas liar Kasala dan Alhaitham menyatu jadi satu, mengisi kamar yang tak hanya dihuni oleh mereka berdua. Eksistensi Deshret benar-benar dilupakan keduanya karena sekarang mereka sama-sama memburu nirwana yang tertunda. Semuanya menjadi kacau di atas peraduan. Derit kaki-kaki ranjang turut berbaur bersama atmosfer panas kamar. Oksigen terasa sangat sulit diraup meski bibir Kasala dan Alhaitham tidak lagi bungkam.

“A — ku … mau …”

“Keluarin semua, Kasala.”

Kasala melenguh panjang dan mereka tiba bersamaan dalam satu hentakan terakhir yang mengorbankan sisa-sisa kewarasan mereka. Di tengah itu, Alhaitham pun tidak berhenti dan masih saja memberi stimulai pada penis Kasala yang masih terlalu sensitif sampai seluruh substansinya habis dimuntahkan; hal itu jelas membuat tubuh Kasala kembali bergetar keenakan akibat rangsangan Alhaitham dan segera melepaskan jeratan Alhaitham sebelum terlambat.

“Udah … cukup.”

Alhaitham pun menarik diri dan duduk di sisi Kasala yang masih memunggunginya. Kasala tampak kacau dan masih menetralkan napasnya sendiri. Rambut coklatnya menjadi kusut masai akibat peluh yang mengalir deras. Sementara di antara keterdiaman itu, Alhaitham memerhatikan Deshret yang memilih untuk mendekati mereka dengan raut yang sulit diterka.

“Deshret …” Panggil Kasala lemas.

Deshret duduk di tepi ranjang satunya dan merunduk, menarik dagu Kasala sampai mereka dapat bertukar ciuman yang lebih Kasala kenali.

“Keliatannya gara-gara bocah begundal ini, kamu jadi lupa rasa penis saya, Kasala.”

“Eh — ”

Deshret beralih dari Kasala menuju Alhaitham yang masih bisu. “Kita mulai ronde dua. Kali ini saya gak akan kalah.”

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amarine Celia
Amarine Celia

No responses yet

Write a response