Janji

Amarine Celia
3 min readJul 7, 2023

Ship: Wriolette (Wriothesley x Neuvillette)

“Neuvi, bisa pelan-pela — OUCH! HEI, KOK MALAH SENGAJA — !?”

Neuvillette berhenti serta-merta mengangkat kepalanya untuk bertemu pandang dengan kekasih sekaligus pasien dadakannya dengan tatapan setengah mendelik. Mulutnya terkunci, tidak berkomentar apa-apa namun diamnya itu tidak berlangsung lama. Sekali lagi, Neuvillette malah sengaja menekan luka pada bagian abdomen Wriothesley.

OUCH — NEUVI! SUDAH, SUDAH!!! SAKIT, NIH — !” Protes Wriothesley sambil mengaduh. Sakitnya berangsur hilang setelah Neuvillette menyudahi penderitaan Wriothesley dan dengan cepat menutup luka tersebut dengan perban. “Untung saja kamu tuh hakim. Bisa bahaya kalau kamu jadi dokter.”

“Kalau kau ingin dirawat dokter, kenapa tidak lari ke Sigewinne saja sana? Malah mencariku.” Jelasnya ketus. Botol alkohol dengan perban dan kain kasa yang berserakan di atas meja pun disisihkan, dimasukkan kembali ke dalam kotak obat.

Wriothesley memberengut, “Memang salah kalau aku ingin dirawat kekasihku sendiri?”

Lawan bicaranya tidak lantas menanggapi. Tangannya sibuk merapikan kembali isi dari kotak obat di pangkuan lalu menutup kencang kotak tersebut setelah selesai sampai terdengar suara yang keras.

Kali ini Neuvillette mengurai napas panjang. Dalam keheningan ia berusaha berbicara melalui manik lilanya. Ada kecemasan yang menelisik diam-diam di antara hening kedua insan. Wriothesley bukan anak kemarin sore yang baru mengenal Neuvillette sehari pun dua hari. Dengan mudah, Wriothesley menangkap isyarat tanpa suara yang Neuvillette ungkapkan melalui sorot pandangan sendu. Secara naluriah, ia mulai menepuk puncak kepala sang hakim tertinggi di Fontaine tersebut sambil diiringi senyum tipis.

“Maafkan aku, ya? Hari ini aku memang kurang hati-hati, jadi tidak sengaja lengah dan sampai terluka.”

Neuvillette mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak kuasa sendiri melihat tatapan mata Wriothesley yang teduh. Tangannya mengepal seperti menahan sesuatu untuk terucap dari lisan. “Mimpi burukku …” Jeda yang panjang, Wriothesley mendengarkan, “Suatu saat nanti … korban dari kejahatan yang harus aku adili, bisa jadi — walaupun jangan sampai benar begitu — , adalah dirimu …”

Wriothesley terdiam. Sepasang keping hijau pudarnya melunak. Tidak ia sangka jika ada alasan khusus di balik suasana hati Neuvillette yang memburuk sekarang dan secara tidak langsung, ini adalah ulahnya.

Wriothesley mencoba untuk menegakkan tubuhnya meski sengatan nyari masih terasa nyata sampai ia refleks meloloskan desisan rendah.

“Hei, jangan bangun dul — !”

Tidak mengindahkan larangan itu, tangan Wriothesley berusaha menjangkau bagian kepala belakang Neuvillette. Bibirnya datang untuk bertamu dan membawa bibir milik Neuvillette dalam satu kecupan singkat yang menguap meninggalkan afeksi hangat.

Untuk beberapa sekon yang intim, lebih banyak rasa dan cerita yang dipertukarkan.

“Neuvi …” Wriothesley mengalurkan bisikan yang lembut. Dua pasang mata bersirobok dalam satu utas ikatan yang lebih dalam. Tangan tegas Wriothesley belum pergi, alih-alih turun menyusuri pipi Neuvillette dan berhenti di sana, upaya memberi tenang. Neuvillette lantas mampu merasakan embus napas Wriothesley, begitu pula sebaliknya. Jalannya waktu pun jadi terasa melambat di antara mereka.

“Aku akan lebih hati-hati. Percaya, ya, sama aku?”

Neuvillette tidak bisa berkutik, keseriusan dalam nada bicara Wriothesley membuatnya luluh. Kalimat belum sanggup terangkai dan ia hanya bisa menghela napas kembali.

“Aku tidak pernah berhenti untuk percaya padamu …” Ada empasis. “Kamu yang seharusnya memegang janjimu sendiri dan menepatinya.”

Manik lila menatap sengit, sementara Wriothesley membalas dengan sorot mata lebih tenang sampai senyumnya naik. Sekuat apapun ia dalam pertarungan, seberani apapun ia dalam menghadapi lawannya di luar sana, tetap saja ia akan selalu tunduk pada sosok di hadapannya ini.

“Iya. Aku berjanji, Neuvi.”

Sekali lagi Wriothesley mendekatkan mereka dan mencuri satu ciuman. Kali ini keduanya melebur menjadi padu, membiarkan malam membisu di luar sana dan menjadi saksi atas janji mereka.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amarine Celia
Amarine Celia

No responses yet

Write a response