Kulminasi

Amarine Celia
5 min readJan 10, 2023

--

Ship: Alhaitham x Cyno (HaiNo)

Tags: PWP, office sex, cock warming.

“H-Hayi …”

“Jangan bergerak dulu, Cyno.”

Cyno menggigit bibir, menahan rintih sementara kedua lengannya erat mengalungi leher tegas Alhaitham yang malah geming memerhatikan seberkas laporan di tangan; melupakan Cyno dan dua ereksi yang menegang — terutama milik sang panitera yang tertanam dalam pada dirinya sampai rasanya penuh dan panas.

Ekspektasinya pada Alhaitham memang tidak pernah bisa tepat. Bukan seperti ini konteks menemani bekerja yang Cyno bayangkan. Ia pikir Alhaitham butuh opini kedua dalam memutuskan sesuatu atau yang sejenisnyalah dan bukan ditemani semacam ini. Bahkan jika ia sudah menaruh curiga sejak awal pun, determinasi yang dimiliki Alhaitham tidak akan membuatnya bisa menolak. Alhaitham pintar mematahkan argumennya lalu meyakinkan Cyno jika persenggamaan di ruang kerja saat hari masih sibuk-sibuknya itu adalah ide bagus.

Napas Cyno tercekat berbuah desah, tubuhnya ikut bergetar karena Alhaitham mengubah sedikit posisi duduknya dan membuat kepala Cyno sampai jatuh ke bahu kokoh Alhaitham. Satu tangan Alhaitham bergerak tenang mengusap punggung Cyno dan tidak ada yang lain. Ia sengaja memberikan afeksi dengan sentuhan sederhana padahal Cyno hanya mau Alhaitham mulai bergerak, merangsek ke tempat yang hanya bisa dijangkau olehnya di dalam sana, lalu memberikan Cyno kenikmatan dengan cumbuan panas.

“Tahan sebentar lagi ya, Sayang …”

Cyno cuma bisa mengangguk lemah. Berbicara memang mudah, realitanya bertahan diam begini saja tanpa ada gerakan apapun jauh lebih menyiksa dari yang dibayangkan. Sang Mahamatra Agung juga berusaha mencari-cari pengalih rasa sakitnya ini dengan melihat ornamen di langit-langit, kilau kaca-kaca patri atau lemari berisi buku-buku tua.

Alhaitham dalam bisunya mulai menyisihkan berkas-berkas dan dengan tangannya yang bebas itu pula ia menyusup masuk ke antara perut mereka guna memainkan ereksi Cyno dengan menjamah kecil. Baru seperti itu pun, ujungnya langsung menyemburkan lelehan bening yang tertahan dan mengotori tiap ruas jari-jari Alhaitham.

Cyno bergetar lagi saat ibu jari Alhaitham menyapu pelan area miliknya yang makin berkedut minta diperhatikan. Lenguhan keenakan tidak bisa ditahan oleh Cyno dan seumpama musik bagi telinga Alhaitham, secarik senyum tipis sang panitera ikut terulas.

“Sshh, sedikit lagi pekerjaan saya selesai.”

Kepala Cyno sudah ditutupi kabut hasrat sampai tak bisa lagi menjawab. Lenguhannya terus mengalun selama jari-jemari Alhaitham memainkan miliknya dengan pijatan pelan yang terasa adiktif. Pelan. Pelan. Rasanya sakit — menyiksa. Tapi Cyno diam-diam menyukai sentuhan Alhaitham itu dan inginkan yang lebih.

Cyno tidak menyadari kalau Alhaitham sudah meletakan penanya ke meja. Tanpa menahan diri, Alhaitham mencengkram rahang Cyno dan membawa pemuda manis itu ke dalam tautan bibir yang rakus. Bibir Alhaitham memberi sapuan-sapuan, dari bibir, merambat ke telinga, mengigit pelan, menjilat. Lalu melumat bibit Cyno lagi sebagai muaranya. Semuanya serba terburu-buru dan berantakan. Cyno terengah, salivanya meleleh di ujung bibir. Ciuman-ciuman tadi merupakan akumulasi pertahanan diri Alhaitham yang susah payah ditahan sejak tadi dan akhirnya runtuh juga. Luapan itu akhirnya menjelma juga menjadi gigitan di sepanjang leher sampai tulang selangka dan dada.

“A — ah … Hayi — ”

“Kamu sudah menjadi anak baik sejak tadi. Saya perlu memberimu hadiah.”

Kedua tangan Alhaitham memegangi pinggul ramping Cyno, mencengkramnya sebelum menggerakkan tubuh kekasihnya itu naik-turun. Cyno membelalak ketika ereksi Alhaitham kian merangsek dalam mengenai titik kenikmatannya. Alhaitham berdecak sewaktu merasakan liang Cyno meremasnya kuat-kuat, memberinya rangsangan yang tidak mungkin diabaikan.

“Ketat sekali, Sayang …” Alhaitham berkata di bawah napasnya yang memberat. Sementara Cyno secara naluriah ikut bergerak mengejar puncak yang dari tadi tertuda dan sudah ia dambakan. Erangan Cyno memenuhi ruangan tersebut. Fakta jika ruangan ini tidaklah kedap suara rupanya tetap tidak menyurutkan birahi yang membakar di antara mereka.

Secara intens Alhaitham mengenai titik-titik itu, membuat Cyno terasa seperti mabuk nyaris pingsan akibat dihujani rangsangan. Pandangannya menggelap, tubuhnya meletup-letup dibuai kenikmatan duniawi dan disuarakan dalam desah tersentak-sentak seiring Alhaitham bergerak tanpa jeda.

“Aaahn — !”

Cyno mencapai pelepasan pertamanya yang langsung menyembur mengotori perutnya dan Alhaitham. Kepala Cyno langsung jatuh terkulai dengan napas kacau. Tapi Alhaitham tidak sekalipun memberinya waktu untuk mengumpulkan sisa-sisa kewarasan karena tak lama setelahnya Alhaitham malah memijat kembali milik Cyno yang masih berkedut memuntahkan muatannya. Cyno yang masih sensitif hanya bisa mengerang lemah.

“Hayi … capek …”

“Tidak bisa. Kan baru kamu yang keluar.”

Kali ini Alhaitham mengangkat tubuh ringan Cyno ke atas haribaan meja tanpa melepaskan diri. Alhaitham mempertemukan bibir mereka lagi dalam ciuman yang panasnya setingkat bara api. Panas. Membakar. Alhaitham menunjukkan dominasinya dengan mengacak-acak akal sehat Cyno melalui pergulatan lidah dan permainan pelik mengabsen deretan geligi Cyno. Seluruh ruangan terasa berputar dan pandangan Cyno mengabur. Sampai Alhaitham melepaskan ciuman itu dan memberinya kesempatan meraup banyak-banyak udara.

Alhaitham tidak mau mengulur-ulur lagi. Ereksinya yang masih tertanam itu didorong lebih dalam. Kepala Cyno terangkat dan mulutnya terbuka meloloskan pekik cukup keras. Alhaitham kontan mengenai titik kelemahan Cyno. Tangan sang Mahamatra Agung pun otomatis mencengkram bahu lebar Alhaitham dengan kencang sampai buku-buku jarinya memutih.

“Cyno … “

Alhaitham terdengar tidak sabaran dan tahu-tahu mempercepat gerakannya di dalam sana hingga yang terdengar hanya decak basah diiringi suara desah Cyno yang terputus-putus. Pinggul Cyno dibawa bergerak untuk menciptakan friksi. Dalam prosesnya itu meja ikut berguncang dan berderit, beberapa barang di meja turut jatuh berceceran di lantai tapi bahkan si empunya meja kebesaran itu pun tidak peduli. Toh, dokumen-dokumen penting sudah ia sisihkan ke tempat lain. Alhaitham tidak mungkin seceroboh itu meski otaknya cuma dipenuhi nafsu.

“Ah — Hayi … aah — !”

Suara serak Cyno menambah erotis pemandangan di hadapan Alhaitham yang membuat gempurannya semakin agresif. Erangan Cyno sudah inkoheren, banyak potongan kata tak berarti di sela-sela jeritannya yang patah-patah.

“Sialan. Kamu terlalu enak, Sayang.” Desis Alhaitham yang masih bertahan pada tempo cepat.

Aroma percintaan mereka menguar pekat bersama dengan bunyi-bunyi sensual yang dibiarkan tidak teredam oleh dinding. Cyno bisa merasakan Alhaitham semakin besar di dalam sana sementara Alhaitham bisa merasakan dinding Cyno yang kian menghimpit dirinya.

“H — Hayi … aku — m-mau … nghh — aahhh …”

“Keluarkan, Sayang.”

Bibir Cyno ditarik ke dalam ciuman yang berantakan tepat sebelum ia mencapai klimaksnya untuk kedua kali. Tautan bibir mereka kemudian terhempas hingga Cyno bisa menjerit nikmat bersama dengan puncak birahinya yang menyembur keluar. Cyno masih berkedut-kedut baik pada ereksinya yang dipenuhi lelehan cairan putih maupun pada liangnya yang mengakibatkan Alhaitham semakin dijepit. Tak butuh waktu lama untuk Alhaitham menyusul Cyno. Cyno merasa seperti ada ledakan hangat di dalam dirinya sampai tak sengaja mendesah kecil. Rasanya penuh

Kepala Alhaitham jatuh sambil mengecup kening Cyno yang basah akibat peluh. Napas keduanya sama-sama memburu. Sang dominan melepaskan diri dan membuat substansi lengket itu mengalir dari liang Cyno, merembes menodai meja kerjanya. Melihat pemandangan itu, ereksi Alhaitham malah tercipta lagi.

“Sial.” Alhaitham menyugar rambutnya ke belakang seraya menggeram rendah. “Sekali lagi. Kamu terlalu menggoda saya.”

Protesnya Cyno tidak dipedulikan. Alhaitham keburu dikuasai oleh nafsu.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Amarine Celia
Amarine Celia

No responses yet

Write a response