Mutiara

Amarine Celia
3 min readFeb 22, 2023

Ship: DesKas (Deshret x Kasala)

Tag: Agak nganu(?) tapi belum nganu beneran

Deshret tidak tahu apa lagi yang sekiranya mampu membuat Kasala terlihat kian menggoda — dengan bibir ranum yang dipoles lipstik merah bergairah, bra yang hanya berupa sulur-sulur mutiara melingkari area dada; membentuk ilusi keberadaan payudara yang nihil. Dan satu paket dengan bra itu pula, terdapat sulur-sulur mutiara lain yang menghiasi pinggang ramping Kasala, mata bandul utamanya seperti bunga lotus bersemayam cantik di atas pusarnya. Sulur-sulur sisanya kemudian menjuntai eksotis mengikuti lekuk tubuh Kasala dan barulah pada puncak bokongnya yang sintal, manik-manik mutiara itu jatuh bebas tergerai seperti tirai tipis yang menutupi daerah privatnya dengan sangat sia-sia karena Deshret masih mampu melihat segalanya.

“Tuan Deshret …” Pandangan sayu Kasala arahkan pada tuannya yang terpaku. Malu bukan main. Apalagi ditatap demikian oleh sosok yang ia hormati.

“Sesuai dugaan saya. Ini pantas untukmu, Kasala.”

Rona di wajah Kasala semakin menjadi ketika pujian itu sampai di telingannya. Malu jadi bercampur sedikit rasa senang, “T-terima kasih, Tuan.”

Deshret pun tersenyum. Ia tak mungkin membiarkan pemandangan seindah ini menjadi percuma, “Kemarilah.” Tangannya menepuk-nepuk paha, memberi gestur pada Kasala.

Kasala yang membaca maksud dari Tuannya mulai mendekati singgasana dan merangkak naik ke pangkuan Deshret. Lutut-lututnya perlahan bertumpu ke sisi singgasana yang masih kosong, mengakibatkan kakinya melebar dengan sukarela. Sementara kedua tangannya turut melingkar di leher kokoh sang raja hingga empat mata mereka saling bersua.

Deshret menatap lekat sang imam yang menjelma bagai dewi — persetan dengan teka-teki pelik dan labirin imajiner, mahakarya terbaiknya adalah Kasala. Hanya Kasala seorang. Dalam jeda yang intim dan mereka nikmati bersama, jemari Deshret menyelinap ke punggung, meniti di antara mutiara-mutiara, menginderai tiap jengkal kulit Kasala, diikuti pula dengan ibu jarinya yang mengusap merah ranum yang mengundang. Tidak ada celah, tidak ada cacat. Berdosa sekali untuk memiliki kesempurnaan ini melebihi entitas kekal.

“Kasala, kamu sempurna.”

Pemilik kuasa memangkas jarak sampai bibir bertaut ke dalam cumbuan tak terhindarkan. Peraduan yang disulut nafsu. Hisap lalu jilat. Ulang lagi, jadi siklus. Deshret menggigit bibir bawah Kasala. Kasala refleks mencengkram kuat Deshret. Letup-letup birahi tak lagi bisa ditepis, semua umpama candu yang menghanyutkan dua kesadaran menjadi satu. Polesan merah bergairah yang semula rapi pun kini menjadi tak karuan rupanya. Jejak-jejak merah ikut mewarnai sisi bibir dan dagu Kasala, menjadi kontras yang terkesan sensual dengan kulit putihnya.

Tangan Deshret yang masih menyangga tubuh Kasala, turut serta memberikan sentuhan. Bokong Kasala diremas, membuat si empunya memekik keenakan dan bergetar. Bibir Deshret juga masih tidak diam dan memilih bergerilya, mengecap tiap sudut yang mampu ia jamah. Dari bibir, pindah ke pipi, naik ke daun telinga, menggigitnya — Kasala mendesah tertahan — , turun bermuara ke leher, dan memberikan tanda kemerahan yang banyak, yang paling kentara.

“T — Tuan … Deshret — ”

Mendengar Kasala mengalunkan namanya di sela desah, melambungkan pikiran Deshret pada fantasi yang lebih erotis dan liar. Begini saja jelas tidak akan cukup. Deshret ingin memuja mahakaryanya lebih lama lagi, dan lagi, selama purnama masih setia menggantung di puncak langit tertinggi.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amarine Celia
Amarine Celia

No responses yet

Write a response