Salah Minum.

Amarine Celia
4 min readJun 18, 2024

--

Ship: CalTefi (Calcharo x Mortefi)

Tags: Male lactation, Breast feeding, Lactation kink, Hand jobs

“Saat aku menghubungimu dan meminta bantuanmu, bukan bantuan seperti ini yang aku maksud, Cal.”

Nyatanya protes yang Mortefi lontarkan, tidak diindahkan Calcharo yang atensinya tersita penuh pada sosok sang ilmuwan di atas pangkuan. Sepasang netra kelabu Calcharo bersejajar dengan dada Mortefi — sumber perkara yang membuat Mortefi terpaksa memanggilnya ke laboratorium siang ini.

Jas laboratorium putih sudah lama tertanggalkan, jatuh dekat kaki Calcharo, dan yang tersisa adalah kemeja yang menutupi dada Mortefi. Terlihat janggal karena sejatinya Mortefi tidak pernah mengaitkan seluruh kancing kemejanya dan membiarkan saja sebagian torsonya dipandang publik. Tapi memerhatikan bagaimana rembesan basah di sekitar dada itu terbentuk, Calcharo bisa memahami sendiri ada yang tidak beres. Bahkan dengan kemeja yang masih melekat, kedua puncak dada Mortefi dapat tercetak jelas di sana. Tegang dan sesak.

Calcharo hendak membuka perlahan kancing-kancing kemeja tersebut sampai ia tak sengaja menyinggung titik sensitif Mortefi.

Ngghh — !

Ia refleks menarik tangannya, geming menunggu Mortefi menenangkan diri, “Maaf. Saya tidak sengaja,” Calcharo bergerak lebih hati-hati. Melepaskan satu kancing, dua kancing, hingga seluruhnya. Kemeja meluruh tapi masih tergantung dan tidak ikut jatuh ke lantai. Tersisa perban-perban yang melilit sebagai pertahanan terakhir dan tidak lama ikut melekang dari tempatnya semula.

Tanpa penghalang dan dari jarak mereka yang seintim ini, Calcharo bisa melihat jelas kondisi kedua dada Mortefi. Tidak seperti biasanya pula, kedua gundukan itu jadi tampak lebih berisi dan bengkak. Bagian areola pun sudah lembap dan membusung tegang minta diperhatikan.

“Kenapa bisa sampai seperti ini?”

Mortefi melempar wajahnya yang panas menjauhi tatapan Calcharo. Perasaan tidak nyaman bercampur aduk dengan rasa malu mulai melingkupinya, terlebih ia harus menjawab pertanyaan Calcharo yang terasa seperti interogasi dadakan, “Tsk, aku salah minum. Gelasku bersebelahan dengan sebuah obat yang sedang dikembangkan dan ini efek samping lainnya baru aku ketahui.”

“Hm …” Calcharo masih menanggapi dengan tenang, “Kabar baiknya kau berhasil mengetahui efek samping ini sebelum diproduksi massal. Kabar buruknya, kau sendiri yang menjadi kelinci percobaannya.”

“Aku tahu.” Mortefi terdengar keki, “Dan aku harus segera mencari penawarnya.”

“Iya, harus. Tapi yang utama adalah meredakan ini dahulu.”

Tanpa aba-aba, Calcharo merendahkan kepalanya. Satu tangannya bergerilya ke daerah kanan dada Mortefi. Terlepas adanya sisik reptil yang melindungi area tersebut — yang sepatutnya terasa kokoh juga keras — , Calcharo bisa merasakan kontras ketika memberi pijatan pelan di sekitarnya; lembut dan empuk. Sementara untuk dada bagian kiri, Calcharo mulai memasukkan ujungnya yang mengeras itu ke dalam mulutnya dan bertingkah seperti seorang bayi menyusui.

“Cal — ahh!”

Mortefi tidak sempat bereaksi selain meloloskan desah yang menjadi. Napasnya patah-patah bersamaan dengan remasan-remasan lembut yang terasa adiktif dan kuluman lidah Calcharo yang lihai menjilat habis air susunya yang keluar.

“Bagaimana? Masih sakit?” Calcharo sedikit mendongak, berusaha menatap Mortefi.

Mortefi mendiamkan beberapa saat pertanyaan Calcharo demi mengatur napas serta mengumpulkan kembali kewarasannya. “M — minimal beri aku waktu untuk bersiap, Cal!”

“Maaf.” Lagi, dengan intonasi datar. “Tapi masih sakit?” Ulang Calcharo.

“… masih.” Jawab Mortefi dengan suara kecil. “… dan titik sakitnya bertambah.”

Sebelah alis Calcharo naik membentuk kebingungannya. Tepat sebelum pertanyaan lain diucapkan, Calcharo menyadari ada gundukan asing di antara paha Mortefi. Belum juga usai meredakan satu urusan, rupanya malah memancing masalah lain.

“Ini, ya?”

Calcharo menyentuh gundukan tersebut yang terasa basah akibat cairan praejakulasi.

Tubuh Mortefi sedikit bergetar ketika merasakan sensasi friksi antara kulitnya dengan kain celana, “Mmhh — aahh … iyaa — “

Calcharo lantas membuka ritsleting celana Mortefi dan membebaskan apa yang terkurung di sana. Kejantanan Mortefi menegak dan tampak berkedut di antara mereka.

“Sudah sampai sebasah ini.”

“D-diam. Cepat selesaikan saja.”

Calcharo sempatkan mengecup singkat pipi dan bibir Mortefi; upaya sederhana agar sosok di pangkuannya ini jadi lebih tenang dan nyaman.

“Saya lanjutkan, ya?”

Lengan Mortefi yang mengalungi lehernya disertai anggukan tipis, cukup untuk mengafirmasi permintaan Calcharo.

Langsung saja Calcharo memberi perhatian pada ereksi Mortefi dengan pijatan naik-turun berulang dan tanpa melupakan tujuan pokoknya kemari, ia turut memberi remasan-remasan pada dada kiri Mortefi. Lenguhan Mortefi kian vokal tatkala diserang dua titik sekaligus. Tubuhnya panas, semua menegang.

Ahhn — lagiih … mmhh — hisapp — “ Rengek Mortefi yang dibuai hasrat sambil membusungkan dadanya yang terasa penuh ke hadapan Calcharo.

Calcharo mengikuti perintah Mortefi dan mulai menghisap sebelah dada Mortefi yang sempat terlupakan. Pucuk dada Mortefi yang menegang sempurna kali itu dipermainkan oleh Calcharo; dijilat, ditekan, dan sesekali digigit. Air susu yang keluar pun ikut disesap sampai tak bersisa.

Tubuh Mortefi membusur sensual. Wajahnya sampai menengadah dengan liur yang meluruh bebas dari sudut bibir. Netra di balik lensa kacamata berembun itupun sembap berair, membentuk tangis akibat kenikmatan.

“Cal … aku — mau!

Napas yang sudah tidak karuan dan otot perutnya yang mulai mengejang; Mortefi merasa hampir menemui puncaknya. Calcharo untung saja cukup peka untuk mempercepat tempo permainannya dan membiarkan Mortefi menemui pelepasan itu.

“Cal — aaaahhn!

Pekikan Mortefi menjadi tanda berakhirnya aktivitas mereka. Sepasang matanya memejam erat seiring dengan muatan yang dimuntahkan membentuk semburan yang mengotori keduanya. Calcharo menghentikan segala rangsangan dan membiarkan sperma hangat meleleh keluar tanpa bantuannya lagi.

Seusai pelepasan itu, tubuh Mortefi terkulai lemas pada pundak Calcharo. Calcharo memilih tidak bergerak untuk beberapa saat dan merasakan jika napas Mortefi perlahan mulai teratur. Sudah pasti pria itu kelelahan. Calcharo tidak akan mengusik.

Diperhatikannya kembali dada Mortefi. Sisa-sisa air susu masih membekas di dada yang sudah tidak sebengkak semula. Mungkin butuh sekali lagi sesi pijatan (dan hisapan) sebelum dada Mortefi kembali seperti sedia kala.

Dua tugas berhasil Calcharo selesaikan. Tinggal tugas terakhirnya. Ia harus memutar otak untuk segera meredakan ereksinya sekarang. Desahan Mortefi sedari tadi jelas telah memancing berahinya sendiri meski ia sudah bersusah payah menahan diri.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Amarine Celia
Amarine Celia

No responses yet

Write a response