Ship: Re Tuo x Kasala (ReKas)
Tags: slight DesKas. Deshret janc —
Sambil menjinjing satu kantong berisi kudapan ringan, Re Tuo melesat dari pintu masuk flat menuju lantai tempat kamarnya dan kamar Kasala berada. Langkah kakinya sengaja dibuat sepanjang mungkin. Mengikis jarak secepat yang ia bisa karena Kasala tidak boleh menunggunya lebih lama dari ini.
Hingga ia pun tiba di depan pintu kamar Kasala dan tanpa membuang waktu, Re Tuo langsung mengetuk pelan. Tiga ketukan dan panggilan ringan, “Kasala, ini aku.” sebelum si empunya kamar membukakan pintu.
Kasala muncul dari balik pintu dan terlebih dulu menyambut Re Tuo dengan kekehan kecil, “Sampai ngos-ngosan begitu.”
Jujur, mendengar Kasala bisa sedikit tertawa meski matanya masih tampak bengkak dengan jejak air mata yang kentara, membuat Re Tuo bisa sedikit bernapas lega. Tanpa sadar senyum Re Tuo naik. Tak ingin membuat tamunya berdiri terlalu lama, Kasala kemudian mempersilakan Re Tuo untuk masuk.
“Maaf, ya, agak berantakan … duduk aja dulu. Re Tuo mau minum apa?”
‘Agak berantakan’-nya Kasala ternyata memiliki standar yang berbeda dengan Re Tuo. Bagaimana bisa ruangan ini disebut berantakan kalau selimut dan bantal tertata dengan rapi, kemudian barang-barang lainnya masih berada di tempat yang seharusnya? Bahkan samar-samar Re Tuo bisa menghidu harum pewangi ruangan yang terasa manis juga menyegarkan. Memang benar kata orang kalau kamar merupakan bentuk cerminan dari sifat penghuninya.
“Kalo segini kamu sebut agak berantakan, kamu harus liat kamar aku semingguan ini, sih, Kas,” Celetuk Re Tuo sambi mengambil duduk di karpet bermotif sederhana yang terhampar di tengah ruangan. Kantung bawaannya ditaruh juga di atas meja rendah yang ada di dekatnya. “Ah, aku minum apa aja boleh.”
Mendengar ucapan Re Tuo, lagi-lagi Kasala meloloskan tawa. “Ya, udah. Teh aja, ya.”
“Boleh, boleh!”
Kasala kemudian berlalu menuju dapur. Sementara itu, sambil menunggu Kasala, mata Re Tuo mengedar ke tiap penjuru kamar. Ukuran kamarnya dan kamar Kasala serupa, tapi entah kenapa ruangan ini terasa lebih luas dari kamarnya yang dijejali macam-macam barang.
Atensinya lalu berlabuh pada nakas di sisi ranjang. Di atasnya terdapat jam duduk, lampu tidur berbentuk bintang juga sebuah buku, dan dua figura foto. Satu figura menunjukkan foto Kasala dengan seorang anak bersurai putih yang sedang bermain ayunan di taman — Re Tuo berspekulasi anak itu adalah adiknya Kasala karena kemiripan wajah keduanya. Figura selanjutnya menampilkan foto Kasala tengah memeluk lengan seorang pemuda bertubuh lebih tinggi dengan surai kelabu panjang.
Re Tuo kenal sosok itu sebagai kakak tingkatnya di universitas. Namanya Deshret dan ia adalah kekasih Kasala. Dengan pesona dan wibawanya, terlebih menyandang pula gelar presiden mahasiswa, membuat seorang Deshret menjadi pujaan hati banyak orang. Namun seperti yang diketahui orang-orang juga, mereka tahu bahwa Deshret hanya mencintai satu orang dan ialah Kasala. Maka dari itu banyak yang mengganggap Kasala adalah pemuda paling beruntung, tapi tentunya banyak juga yang merasa iri.
Re Tuo menjadi salah satunya yang iri. Bukan iri pada Kasala yang bisa memenangkan hati Deshret (amit-amit, Re Tuo saja ogah bertatap muka dengan Deshret), melainkan iri pada Deshret karena bisa memiliki Kasala. Sejak ia dan Kasala dipertemukan menjadi teman satu atap, Re Tuo sudah menaruh rasa pada Kasala. Sayangnya saja ia kurang cepat bertindak dari Deshret dan hingga hari ini masih merasa kesal dengan Deshret karena sudah merebut Kasala.
“Re Tuo, ini tehnya.” Kasala tiba-tiba datang membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat dan menyajikannya di atas meja yang sama dengan kantung Re Tuo semula. Re Tuo buru-buru mengenyahkan pikirannya semula dan berbalik untuk menemukan Kasala akhirnya duduk di sebelahnya.
“Makasih, Kasala.”
“Iya, sama-sama,” Ucap Kasala. “Diminum dulu. Mumpung masih anget.”
“Oke, hehe. Aku minum, ya.” Re Tuo mengambil satu cangkir untuk kemudian disesap isinya pelan-pelan. Kasala juga mengikuti dengan cangkir satunya. Seusai minum, Re Tuo menaruh cangkirnya lagi di atas tatakan. “Oh, iya! Ini biskuitnya! Aku juga beli makanan lain. Siapa tau kamu suka!”
Re Tuo meraih kantung plastik di meja dan mulai mengeluarkan isinya. Sesuai ucapannya, tidak hanya biskuit coklat yang ia beli. Ada kudapan manis lain yang juga turut ada di sana.
“Ya, ampun. Ini banyak banget,” Kasala sampai agak takjub dibuatnya. Kudapan ini bisa untuk persediaannya seminggu penuh.
“Namanya juga aku mau ngehibur kamu, Kas. Harus totalitas-lah!” Sahut Re Tuo yang jumawa. “Pokoknya apapun yang kamu butuhin sekarang, bakal aku cariin. Mau tiba-tiba ngidam mangga muda juga bakal aku panjat pohon mangga deket kampus saat ini juga.”
“Masa ngidam? Aku kan gak hamil,” Perkataan Re Tuo malah mengundang kekehan lain dari Kasala. Re Tuo memang selalu begitu. Humoris dan menyenangkan. Di balik perawakannya yang cukup mengintimidasi — Kasala dulu sempat takut padanya — , Re Tuo sendiri memiliki watak yang bersahabat dan hangat pada orang-orang terdekatnya. “Tapi, makasih ya … aku jadi banyak repotin kamu.”
Re Tuo memerhatikan senyum Kasala yang hangat. Masih ada gurat kesedihan yang tampak meski pemuda itu memaksakan diri untuk tetap bersikap tidak ada apa-apa. Hati Re Tuo sampai mencelos. Sungguh, Re Tuo tak habis pikir. Tega sekali sesuatu atau seseorang yang membuat Kasala menangis. Pasalnya menurut Re Tuo, Kasala adalah perwujudan malaikat yang sebenar-benarnya! Sifatnya begitu welas asih, penyayang, dan memiliki hati suci — entah iblis apa yang berani-beraninya melukai insan seindah Kasala.
“Kasala …” Namanya begitu mudah dilafalkan oleh Re Tuo. Manik emasnya turut menatap Kasala teduh, “Jadi … sebenernya ada apa?”
Kasala tidak langsung menjawab. Ia memilih diam dahulu dan berusaha menyusun kegundahannya menjadi cerita runtut. Kedua telapak tangannya pun masih menangkup memegangi cangkir teh yang hangat. Re Tuo sendiri masih setia menunggu, tidak menuntut Kasala segera bercerita. Kasala butuh waktu dan Re Tuo mengerti.
“… ini soal Kak Deshret.”
Wah, bajingan. Ternyata si Deshret itu yang membuat Kasala sedih!
Sambil menahan emosinya, Re Tuo berusaha menanggapi senetral mungkin. “Lho, Kak Deshret kenapa?”
“… Kak Deshret sering banget batalin janjinya sama aku demi Kak Nabu,” Kasala menjelaskan pelan-pelan. “Biasanya, aku gak pernah kesel sama Kak Deshret gara-gara itu. Soalnya aku tau Kak Nabu itu kan temen masa kecilnya Kak Deshret. Mereka udah pasti deket banget dan aku gak mau ngerusak pertemanan mereka hanya karena aku egois.”
Re Tuo masih mendengarkan.
“Tapi hari ini … rasanya aku kecewa banget sama Kak Deshret,” Suara Kasala mulai bergetar, “Hari ini sebenernya perayaan setahun hubungan aku sama Kak Deshret. Kita berdua udah sama-sama janji mau jalan seharian.” Jeda. “… aku udah siap-siap, nunggu Kak Deshret jemput seperti biasa. Tapi sampe lewat dua jam dari perjanjian kita, Kak Deshret gak dateng-dateng. Baru akhirnya Kak Deshret nge-chat, perginya diundur aja karena dia mau anterin Kak Nabu beli-beli barang buat bikin maket.”
Air mata Kasala jatuh lagi. Hati Re Tuo langsung terasa sakit, “Kasala …”
Kasala mulai terisak, tubuhnya bergetar karena terlalu lama menahan kekecewaan yang mendalam. Tidak kuat melihat Kasala dapat sehancur ini, Re Tuo bergerak untuk merengkuh Kasala setelah sebelumnya ia sampirkan terlebih dahulu cangkir Kasala ke atas meja. Kasala tidak menolak pelukan Re Tuo saat itu dan Re Tuo pun membiarkan Kasala meluapkan seluruh kesedihannya yang selama ini terpendam.
“R-Re Tuo … maaf …”
“Sshh, gak usah minta maaf. Nangis aja sampe kamu lega. Aku bakal terus di sini, Kasala.”
Demi langit dan bumi. Pokoknya Re Tuo bersumpah untuk menghajar Deshret setelah ini!
.
.
Nyaris tiga setengah jam berlalu, malam pun makin larut di luar sana. Tapi setidaknya kali ini, Re Tuo berhasil membuat perasaan Kasala jadi lebih baik dari semula. Kasala sudah bisa kembali tersenyum dan sesekali tertawa. Ah, hati Re Tuo dibuat jadi berbunga-bunga. Terlebih karena kali ini ia yang berhasil mengembalikan kebahagiaan Kasala dan bukan si Deshret sialan itu!
Re Tuo sempat melirik jam di atas nakas. Sudah pukul satu dini hari. Sepertinya ia harus segera kembali ke kamarnya sendiri. Tidak enak jika terus bertamu sampai malam dan membuat tuan rumahnya berjaga semalaman.
“Gak kerasa udah malem,” Kata Re Tuo, “Aku balik ke kamar dulu, ya. Ini cemilannya di kamu aja semua. Hehe!”
“Oh, iya … udah malem.” Kasala ikut memastikan waktu dari telepon genggamnya, “Re Tuo ada kelas pagi besok — eh, maksudnya hari ini?”
“Gak ada, sih. Kelas siang paling. Kasala sendiri?”
“Gak ada juga …” Terus diam beberapa saat, “Kalo gitu … gimana kalo Re Tuo nginep di sini aja? Aku masih mau cerita … kalo boleh.”
Re Tuo mematung. Apa tadi? Diajak menginap? Di kamar Kasala??? Ini bukan mimpi kan?!
Melihat Re Tuo lama menyambut tawarannya, Kasala lantas menimpali. “E — eh, kalo gak mau juga gak apa-apa. Aku hanya mau ngobrol — ”
“MAU, DONG! MAU BANGET! AYO, KITA NGOBROL SAMPE PAGI!”
Re Tuo yang mendadak antusias sempat membuat Kasala kaget. “Re Tuo ngagetin!”
“Maaf! Maaf! Aku seneng, sih. Hehe.”
“Iya, gak apa-apa.” Kasala pun beranjak dari tempatnya, “Aku bikin lagi tehnya, ya. Tunggu sebentar.”
Dalam hati, Re Tuo sempat berdoa semoga Kasala cepat putus dengan Deshret. Karena sumpah demi apapun, Kasala yang baik hati ini lebih cocok dengannya dan bukan dengan si jelek Deshret!
“Eh, bentar Kasala! Sini aku bantuin juga!”